Cara Menyelesaikan Soal SPLDV dengan Metode Grafik

Oktober 04, 2015 Add Comment
Cara Menyelesaikan Soal SPLDV dengan Metode Grafik
Cara Menyelesaikan Soal SPLDV Dengan Metode Grafik - Halo sahabat Rumus Matematika Dasar perlu kalian ketahui bahwa di dalam menentukan himpunan penyelesaian dari suatu sistem persamaan linear dua variabel ada banyak cara atau metode yang bisa dilakukan, salah satunya adalah dengan menggunakan metode grafik. Sesuai dengan namanya, metode ini menggunakan grafik di dalam menyelesaikan soal-soal SPLDV. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam metode ini adalah:

1. Pertama-tama gambarlah grafik dari masing-masing persamaan di dalam satu diagram cartesius.
2. Kemudian tentukan titik potong dari kedua grafik tersebut.
3. Titik potong tersebutlah yang kemudian menjadi penyelesaian dari SPLDV.


Contoh Soal SPLDV dan Cara Menyelesaikannya

Mari langsung saja kita praktekkan cara tersebut untuk menyelesaikan soal berikut ini:

Contoh Soal 1:
Tentukan himpunan penyelesaian dari sistem persamaan x + y = 5 dan x – y = 1, untuk x, y  R dengan menggunakan metode grafik.

Penyelesaian:
Tentukan terlebih dahulu titik potong dari gais-garis pada sistem persamaan dengan sumbu-sumbu koordinat seperti berikut ini:

  x + y = 5
x
0
5
y
5
0
(x, y)
(0, 5)
(5, 0)

  x - y = 1
x
0
1
y
-1
0
(x, y)
(0, -1)
(1, 0)

Berdasarkan hasil di ats, kita bisa menggambarkan grafiknya seperti berikut ini:



Koordinat titik potong kedua grafik tersebut adalah (3, 2). Dengan demikian, himpunan penyelesaian dari sistem persamaan x + y = 5 dan x – y = 1, untuk x, y  R adalah {(3, 2)}.

Contoh Soal 2:
Tentukan himpunan penyelesaian dari sistem persamaan x + y= 3 dan 2x + 2y = 10 untuk x, y  R dengan metode grafik.

Penyelesaian:
Kita tentukan titik potong garis-garis pada sistem persamaan dengan sumbu-sumbu koordinat.

  x + y = 3
x
0
3
y
3
0
(x, y)
(0, 3)
(3, 0)

  2x + 2y = 10
x
0
5
y
5
0
(x, y)
(0, 5)
(5, 0)

Lalu gambarkan ke dalam diagram cartesius:



Dari gambar diagram diatas tampak bahwa kedua garis tidak saling berpotongan artinya grafik tersebut tidak memiliki titik potong. Dapat disimpulkan bahwa persamaan tersebut tidak memiliki himpunan penyelesaian.


Demikianlah penjelasan mengenai Cara Menyelesaikan Soal SPLDV Dengan Metode Grafik. Semoga kalian bisa memahami langkah-langkah penyelesaian soal diatas dengan baik sehingga bisa mengerjakan soal-soal serupa dengan lebih mudah.

Menyelesaikan Masalah Tentang Kesebangunan dan Kekongruenan

Oktober 03, 2015 Add Comment
Menyelesaikan Masalah Tentang Kesebangunan dan Kekongruenan
1. Kesebangunan

Kesebangunan dan kekongruenan merupakan materi pelajaran di kelas 3 SMP. Kesebangunan dan kekongruenan termasuk kategori geometri dan pengukuran.
Coba perhatikan hal-hal di sekitarmu.
Lihatlah layar televisi yang menayangkan sesuatu. Ketika disitu tampak gambar, pasti persis dengan apa yang terjadi sebenarnya saat itu. Misalnya ada gambar mobil. Mobil itu pasti persis dengan aslinya. Cuma berbeda pada ukurannya. Mobil yang asli tidak mungkin masuk TV, jadi yang ada di TV itu mobil yang diperkecil ukurannya. iya kan...

Sekarang lihat lah hasil foto kamu. Aslinya kamu kan besar. Setelah difoto, kamu tampak kecil. Namun demikian, ukuran tinggi dan gemuk/kurusnya sama persis kan?
Dua permasalahan tersebut  merupakan proses pengecilan dari benda yang sebenarnya. 
Kesebangunan pada hakekatnya adalah prosese pengecilan atau perbesaran dari objek/benda dengan ukuran tertentu. Jadi, perbandingan pada unsur-unsur yang mengalami perubahan dengan yang mula-mula memiliki nilai sama.

Secara Matematika, dua bangun dikatakan sebangun apabila mempunyai syarat seperti dibawah ini.
1. Perbandingan sisi-sisi yang bersesuaian sama besar.
2. Sudut-sudut yang bersesuaian sama besar.

Perhatikan Contoh  berikut.



Perhatikan sisi-sisi pada persegi panjang ABCD dan EFGH.
AB bersesuaian dengan EF
AD bersesuaian dengan EH
Mari selidiki perbandingannya.
EG /AB = 6/12 = 1/2
EH/AD = 4/8 = 1/2


Keempat sudutnya yang bersesuaian juga sama.
Oleh karena perbandingan sisi-sisi yang bersesuaian adalah sama, maka kedua persegi panjang ABCD dan EFGH tersebut sebangun.

Perhatikan lagi yang ini.









Perhatikan sisi-sisi yang bersesuaian antara persegi panjang ABCD dan KLMN.
AB bersesuaian dengan KL
AD bersesuaian dengan KN



KL/AB = 6/14 = 3/7
KN/AD = 4/10 = 2/5
Tampak bahwa nilai perbandingannya tidak sama.
Jadi, persegi panjang ABCD dan persegi panjang KLMN tidak sebangun.

Kita lanjutkan dengan kesebangunan pada trapesium

Diketahui trapesium ABCD dan KLMN sebangun. Tentukan panjang KN.










Jawaban:
Kedua trapesium di atas sebangun, maka perbandingan sisi-sisi yang bersesuaian sama.
Sisi AB sebangun dengan sisi KL.
Sisi AD sebangun dengan sisi KN.
Untuk menentukan panjang KN dihitung dengan cara berikut.












Jadi, panjang KN = 4,8 cm.


2. Kesebangunan pada Segitiga

Dua segitiga yang sebangun mempunyai syarat-syarat sebagai berikut.
1. Sudut-sudut yang bersesuaian besarnya sama.
2. Perbandingan sisi-sisi yang bersesuaian besarnya sama.
Untuk lebihnya perhatikan segitiga yang sebangun di bawah ini.












Perhatikan segitiga di atas.
Kedua segitiga di atas tampak mempunyai sudut-sudut yang sama besar.
Sisi AB bersesuaian dengan sisi KL
Sisi AC bersesuaian dengan sisi KN
Sisi BC bersesuaian dengan sisi LM 

Diperoleh hubungan/perbandingan berikut.
















Mari perhatikan contoh permasalahan kesebangunan segitiga berikut.

Contoh 1
Perhatikan bangun di bawah ini.









Tentukan panjang AE dan BE.







Jawaban:
Perhatikan segitiga ABE dan segitiga CDE. Tampak bahwa sudut dalam kedua segitiga tersebut bersesuaian.
<ABE = < DCE
<BEA = < CED (Bertolak belakang)
<EAB = <EDC
Dengan demikian Segitiga ABE dan segitiga CDE sebangun.
Selanjutnya menentukan panjang AE dan BE dengan perbandingan sisi-sisi yang bersesuaian. 


Jadi, panjang BE = 9 cm dan AE = 12 cm.

Contoh 2
Perhatikan gambar di bawah ini.
 Tentukan panjang AB dan AC.

Jawaban:
Berdasarkan gambar di atas, tampak segitiga ABC dan segitiga AED sebangun. besar sudut-sudut dalam segitiga kedua segitiga tersebut sama.
Perhatikan kesesuaian sudut-sudut dalam segitiga ABC dan AED.
<CAB =< DAE (setitik sudut)
<ABC = < AED (sehadap)
< BCA = < EDA (Sehadap)
dengan demikian diperoleh hubungan sisi-sisi yang bersesuaian sebagai berikut.
Sisi AB bersesuaian dengan sisi AE
Sisi BC bersesuaian dengan sisi ED
Sisi AC bersesuaian dengan sisi AD
Akhirnya diperoleh hubungan perbandingan sebagai berikut.





Dengan demikian dapat dicari panjang AB dan AC sebagau berikut.
Dengan demikian diperoleh panjang AB = 11,67 cm dan AC = 15 cm.
 

Sifat-Sifat Barisan atau Deret Aritmetika

Oktober 03, 2015 Add Comment
Sifat-Sifat Barisan atau Deret Aritmetika
Sifat-Sifat Barisan atau Deret Aritmetika - Dalam topik sebelumnya, Rumus Matematika Dasar sudah pernah memberikan penjelasan tentang Materi Barisan dan Deret Aritmetika untuk melengkapi postingan tersebut, kali ini akan dibahas mengenai sifat-sifat yang dimiliki oleh barisan atau deret aritmetika. Kalian harus memperhatikan kembali konsep-konsep tentang suku ke-n dan jumlah n suku pertama di dalam deret aritmetika. Apabila kalian telah memahaminya dengan baik, maka tentunya kalian akan bisa memahami sifat-sifat yang berlaku pada barisan ataupn deret aritmetika yang di bawah ini dengan lebih mudah:

Sifat-Sifat Barisan atau Deret Aritmetika


Sifat Pertama:
Apabila x, y, dan z merupakan bilangan yang berurutan dari suatu barisan aritmetika, maka akan berlaku: 

"Dua kali bilangan yang ditengah sama dengan jumlah dari kedua bilangan yang ada di sampingnya"

2y = x + z

Pembuktian:
Misalkan saja sebuah barisan aritmetika mempunyai beda b maka y = x + b dan z = x + 2b sehingga:

2y = x + z
2(x + b) = x + ( x + 2b)
2x + 2b = 2x + 2b

Terbukti bahwa ruas kanan = ruas kiri


Sifat Kedua:
Apabila w, x, y, z, empat bilangan yang berurutan dari suatu barisan aritmetika, maka akan berlaku:

"Jumlah dari dua bilangan yang terletak di tengah sama dengan jumlah dari dua bilangan yang ada di sampingnya"

x + y = w + z

Pembuktian:
Misalkan suatu barisan aritmetika memiliki beda b maka x = w + b, y = w + 2b, z = w + 3b sehingga:

x + y = w + z
(w + b) + (w + 2b) = w + (w + 3b)
2w + 3b = 2w + 3b

Terbukti bahwa ruas kanan = ruas kiri


Sifat Ketiga:
Apaila U adalah suku ke-n barisan aritmetika maka berlaku:

"Selisih antara jumlah n suku pertama dan jumlah n - 1 suku pertama adalah suku ke-n"


Source: Salamah. U. 2012. Berlogika Dengan Matematika 3. Solo : Platinum

Sekian pembahasan serta penjelasan singkat mengenai materi Sifat-Sifat Barisan atau Deret Aritmetika pelajari dengan baik sifat-sifat tersebut karena apabila kalian dapat memahaminya dengan baik tentu nantinya akan mempermudah kalian dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan materi barisan dan deret aritmetika.

Operasi Aljabar pada Bentuk Akar

Oktober 02, 2015 Add Comment
Operasi Aljabar pada Bentuk Akar
Operasi Aljabar pada Bentuk Akar - Pada kelas VII tentu kalian sudah pernah mempelajari tentang Operasi Penjumlahan dan Pengurangan pada Bentuk Aljabar. Tahukah kalian bahwa sebenarnya konsep tersebut tetap bisa digunakan pada penjumlahan dan pengurangan bentuk akar. Simak lebih jauh ulasan Rumus Matematika Dasar di dalam postingan berikut ini:

Penjumlahan dan Pengurangan Bentuk Akar

Sifat penjumlahan dan pengurangan bentuk akar secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:

a√b + c√b = (a + c)√b
a√b- c√b = (a - c)√b 
dengan a, b, c ∈ R dan b ≥ 0

Contoh penjelasan dari konsep diatas bisa kalian lihat seperti pada perhitungan di bawah ini:

4√2 + 2√2 = (4 + 2) √2 = 6√2
7√6- 3√6 = (7 - 3) √6 = 4√6


Untuk memahami lebih jauh kalian juga bisa menyimak beberapa contoh soal dan cara penyelesaiannya berikut ini:

Contoh Soal:
Sederhanakanlah bentuk berikut ini:
a). 2√5 + 3√5 - 4√5
b). 4√7 - 3√7 + 2√7

Penyelesaiannya:
a). 2√5 + 3√5 - 4√5 = (2 + 3 – 4)√5 = (5 – 4)√5 = √5
b). 4√7 - 3√7 + 2√7 = (4 – 3 + 2)√7 = (1 + 2)√7 = 3√7

Perkalian dan Pembagian Bentuk Akar

Sifat perkalian bentuk akar dapat dijabarkan seperti berikut ini:

a√b x c√d= ac√bd
dengan a, b, c, d  ∈ R dan b ≥ 0, d ≥ 0

Langsung saja kita simak cara menggunakan sifat tersebut dalam menyelesaikan soal-soal di bawah ini:

Contoh Soal:
Tentukan hasil dari operasi berikut:
a).√8 x √12
b). 2√3 x 5√2

Penyelesaian:
a).√8 x √12 = √(8 x 12) = √96 = √(16 x 6) = 4√6
b). 2√3 x 5√2 = (2 x 5) x √3 x √2 = (2 x 5) x √(3 x 2) = 10 x √6 = 10√6


Sifat pembagian dalam bentuk akar dapat diuraikan menjadi sebagai berikut:


√a/√b = √a/b
dengan a, b ∈ R dan a ≥ 0, b ≥ 0

Simak contoh soal dan penyelesaiannya berikut ini:

Contoh Soal:
a). 5√3
     3√3
b). 2√18
       √3

Penyelesaian:

a). 5√3 = 5 √3 = 5
     3√3    3   3     3

b). 2√18 = 2 √18 = 2 √6
       √3             3

Operasi Campuran Bentuk Akar

Dengan menggunakan sifat-sifat yang ada pada bilangan berpangkat, maka kalian bisa lebih mudah dalam menyelesaikan soal-soal operasi campuran pada bentuk akar. Sebelum mengerjakan operasi campuran, sebaiknya kalian memahami urutan operasi hitung berikut ini:

Yang menjadi prioritas untuk didahulukan dalam operasi hitung adalah bilangan-bilangan yang ada di dalam tanda kurung. Apabila tidak ada tanda kurungnya maka:

a. Pangkat dan akar sama kuat.
b. Kali dan bagi sama kuat.
c. Tambah dan kurang sama kuat
d. Kali dan bagi lebih kuat daripada tambah dan kurang.

Contoh Soal:
Selesaikan operasi bilangan berikut ini:
a).√3 x 3√2 + 5√6
b).2(√36 : √9) - (2√12 : √3)

Penyelesaian:

a).√3 x 3√2 + 5√6 = (√3 x 3 x √2) + 5√6 = (3 x √6) + 5√6 = 3√6 + 5√6 = 8√6 

b).2(√36 : √9) - (2√12 : √3) = (2√4) - (2√4) = 0

Source: Salamah. U. 2012. Berlogika Dengan Matematika 3. Solo : Platinum

Demikianlah penjelasan materi Operasi Aljabar pada Bentuk Akar lengkap untuk kalian pelajari guna memahami lebih jauh tentang cara menyelesaikan operasi hitung aljabar pada bilangan-bilangan berbentuk akar. Semoga bermanfaat!!!

Rumus Frekuensi Harapan dan Peluang Komplemen Suatu Kejadian

Oktober 01, 2015 Add Comment
Rumus Frekuensi Harapan dan Peluang Komplemen Suatu Kejadian
Rumus Frekuensi Harapan dan Peluang Komplemen Suatu Kejadian - Bertemu kembali dengan Rumus Matematika Dasar materi yang akan kita bahas bersama kali ini masih seputar peluang. Setelah sebelumnya kita belajar mengenai Pengertian Kisaran Nilai Peluang kali ini kita akan mencoba memahami frekuensi harapan dan peluang komplemen suatu kejadian lengkap dengan pembahasan pengertian, rumus-rumus yang digunakan, serta contoh soal dan cara menyelesaikannya. Langsung saja kita simak topik pembahasannya di bawah ini:

Pengertian dan Rumus Frekuensi Harapan

Yang dimaksud engan frekuensi harapan adalah hasil dari perkalian antara peluang munculnya suatu kejadian dikalikan dengan banyaknya percobaan yang dilakukan. Sebagai conoth, pada pelemparan koin, nilai peluang munculnya gambar adalah 1/2. Apabila pelemparan koin dilakukan sebanyak 30 kali maka harapan munculnya gambar adalah:

1/2 x 30 = 15 kali

Karena disebut sebagai harapan, maka wajar saja apabila dari 30 pelemparan yang dilakukan bisa terjadi kemunculan gambar sebanyak 14 kali dan kemunculan angka sebanyak 16 kali. Banyaknya kejadian yang bisa diharapkan dari suatu percobaan itulah yang disebut sebagai frekuensi harapan. Rumus yang biasa digunakan untuk mencari frekuensi harapan adalah:

Frekuensi harapan munculnya kejadian A = P(A) x banyaknya percobaan

Untuk memahami cara menggunakan rumus di atas, maka simaklah contoh soal berikut ini:

Contoh Soal:
Sebuah dadu dilemparkan sebanyak 80 kali. Hitunglah frekuensi harapan munculnya mata dadu yang kurang dari 4!

Penyelesaian:
Misalkan A = kejadian munculnya angka dadu kurang dari 4, 
maka A = {1, 2, 3} dan P(A) = 3/6 = 1/2

Frekuensi harapan = P(A) x banyaknya percobaan
Frekuensi harapan = 1/2 x 80 = 40


Sehingga frekuensi harapan munculnya mata dadu yang kurang dari 4 adalah 40 kali.

Peluang Komplemen Suatu Kejadian

Yang dimaksud dengan peluang komplemen dari suatu kejadian adalah peluang dari suatu kejadian yang berlawanan dengan suatu kejadian yang ada. Komplemen dari kejadian A merupakan himpunan dari seluruh kejadian yang bukan A. Komplemen dari kejadian A dapat ditulis sebagai Ac. Perlu kalian ingat bahwa peluang yang dimiliki suatu kejadian dan komplemennya selalu berjumlah 1 artinya suatu kejadian pasti terjadi atau pasti tidak terjadi. Sehingga rumusnya adalah:

P(A) + P(Ac) = 1
P(Ac) = 1 – P(A)

Contoh:
Apabila kita melempar dadu bermata 6, maka peluang untuk tidak mendapat sisi dadu 4 adalah:

P(4c) = 1 – P(4)
P(4c) = 1 – 1/6
P(4c) = 5/6

Mungkin cukup sekian ulasan singkat mengenai Frekuensi Harapan dan Peluang Komplemen Suatu Kejadian Apakah kalian dapat memahami penjelasan diatas dengan baik? Semoga saja kalian bisa mengerti penjelasan yang telah disampaikan di atas. Simak juga topik lain mengenai materi peluang yang sudah di bahas di blog ini. Selamat belajar dan sampai jumpa pada artikel lainnya.

Pengertian Kisaran Nilai Peluang

September 30, 2015 Add Comment
Pengertian Kisaran Nilai Peluang
Pengertian Kisaran Nilai Peluang - Secara sederhana kisaran nilai peluang dapat diartikan sebagai perkiraan kemungkinan munculnya suatu kejadian di dalam sebuah ruang sampel. kita ambil contoh di dalam sebuah pertandingan sepak bola, wasit akan menggunakan uang logam atau koin untuk menentukan kesebelasan mana yang akan memperoleh bola pertama. Dari pelemparan koin tersebut, manakah yang memiliki peluang lebih besar untuk muncul, gambar atau angka? Karena bentuk koin simetris dan hanya memiliki dua sisi, maka peluang munculnya gambar atau angka adalah sama.

Apabila masing-masing titik sampel di dalam ruang sampel S memiliki peluang yang sama untuk muncul, maka peluang munculnya peristiwa A dalam ruang sampel S adalah:

P(A) = n(A)
            n(S)

n(A) = banyaknya anggota atau titik sampel kejadian A
n(S) = banyaknya anggota atau titik sampel pada ruang sampel S

Perhatikan contoh soal di bawah ini:

Contoh Soal:
Sebuah dadu dilemparkan. Hitunglah peluang munculnya mata dadu:
a. lebih dari 4
b. 7
c. bilangan prima

Penyelesaian:
Karena bentuk dadu simetris dan tidak berat sebelah, maka setiap sisi dadu memiliki peluang yang sama untuk muncul. Kejadian yang mungkin muncul adalah 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 sehingga n(S) = 6.

a. kita umpamakan A adalah kejadian munculnya mata dadu yang lebih dari 4. Maka A = {5, 6} sehingga n(A) = 2.

P(A) = n(A) =  2/6 = 1/3
            n(S)

b. kita umpamakan B adalah kejadian munculnya mata dadu 7. Karena tidak ada mata dadu 7 maka B = { } dan n(B) = 0

P(A) = n(A) =  0/6 = 0
            n(S)

c. misalkan C adalah kejadian munculnya mata dadu berupa bilangan prima. C = {2, 3, 5} maka n(C) = 3.

P(A) = n(A) =  3/6 = 1/2
            n(S)


Batas-Batas Nilai Peluang

Ketika melempar sebuah dadu kita bisa menentukan peluang dari beberapa kejadian, seperti:

a. P(3) = 1/6
b. P(ganjil) = 3/6 = 1/2
c. P(kurang dari 5) = 4/6 = 2/3
d. P(7) = 0/6 = 0
e. P(kurang dari 7) = 6/6 = 1

Dari penjabaran di atas kita bisa menyimpulkan bahwa kisaran nilai peluang pada pelemparan dadu adalah antara 0 dan 1. P(A) = 1 menunjukkan bahwa kejadian itu sudah pasti terjadi atau disebut sebagai suatu Kepastian.Sedangkan P(A) = 0 menunjukkan bahwa kejadian tersebut tidak mungkin terjadi atau deisebut sebagai suatu Kemustahilan.

Dengan demikian, apabila peuang sembarang kejadian A adalah P(A), maka 0 ≤ P(A) ≤ 1. Jika B adalah komplemen dari kejadian A atau B = Ac , P(A) + P(Ac) = 1 atau P(Ac) = 1 – P(A).

Contoh Soal:
Peluang yang dimiliki seorang anak di Papua untuk terkena busung lapar adalah 0,12. Lalu berapakah peluang seorang anak tidak terkena penyakit busung lapar?

Penyelesaian:
P(terkena busung lapar) = 0,11
P(tidak terkena busung lapar) = 1 – P(terkena busung lapar)
P(tidak terkena busung lapar) = 1 – 0,11
P(tidak terkena busung lapar) = 0,89

Demikianlah rangkuman materi tentang Pengertian Kisaran Peluang dan beberapa contoh soal yang bisa kalian pelajari agar bisa menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan kisaran nilai peluang. Semoga bermanfaat sampai jumpa lagi pada artikel Rumus Matematika Dasar selanjutnya.

Pengertian Pola Bilangan Matematika

September 30, 2015 Add Comment
Pengertian Pola Bilangan Matematika
Pengertian Pola Bilangan MatematikaPola bilangan matematika adalah susunan dari beberapa angka yang dapat membentuk pola tertentu. Kalian tentu telah mempelajari beragam jenis himpunan bilangan. Nah, dari himpunan-himpunan bilangan tersebut kalian bisa membuat susunan bilangan. Coba kalian perhatikan gambar kalender yang ada di bawah ini. Kalender tersebut berisi tanggal-tanggal yang tersusun dari himpunan bilangan aseli yang dimulai dari 1 sampai dengan 31.

Pengertian Pola Bilangan Matematika

Dari tanggal yang terdapat pada kalender di atas, kalian bisa membentuk beragam susunan bilangan. misalkan kita ambil contoh susunan tanggal yang terdapat pada minggu pertama. Tanggal-tanggal yang ada pada minggu pertama adalah 1, 2, 3, 4, 5. Tanggal-tanggal itu membentuk suatu himpunan bilangan aseli yang nilainya kurang dari 6.

Itu hanyalah salah satu contoh susunan atau pola bilangan yang ada di dalam pelajaran matematika. Ada beberapa jenis susunan bilagan yang bisa digambarkan dalam pola-pola tertentu. Untuk mengetahuinya lebih lanjut simak pembahasan Rumus Matematika Dasar di bawah ini:

Jenis-Jenis Pola Bilangan Matematika 


Pola Bilangan Genap

Bilangan 2, 4, 6, 8, 10, ... dapat membentuk suatu pola bilangan yang disebut sebagai pola bilangan genap. Pola bilangan ini dimulai dari angka 2. Bilangan selanjutnya didapat dengan menambahkan 2 ke dalam bilangan sebelumnya.


Pola Bilangan Ganjil

Bilangan 1, 3, 5, 7, 9, 11, ... dapat membentuk suatu pola bilangan yang dinamakan pola bilangan ganjil yang dimulai dengan angka 1. Lalu bilangan selanjutnya ditentukan dengan cara menambahkan 2 ke dalam bilangan sebelumnya.

Pola Bilangan Segitiga

Pola bilangan segitiga terdiri dari angka-angka 1, 3, 6, 10, 15, ... Bilangan-bilangan itu dihasilkan dari penjumlahan bilangan cacah berurutan, dimulai dari:

0 + 1 = 1
0 + 1 + 2 =3
0 + 1 + 2 + 3 = 6
0 + 1 + 2 + 3 + 4 = 10, dan seterusnya.

Sehingga apabila digambarkan akan membentuk segitiga seperti di bawah ini:

Pengertian Pola Bilangan Matematika

Pola Bilangan Persegi

Pola bilangan persegi terdiri dari angka-angka 1, 4, 9, 16, 25, ... Bilangan-bilangan tersebuut diperoleh dari kuadrat bilangan aseli, dimulai dari:

12 = 1
22 = 4
32 = 9
42 = 16
52 = 25, dan seterusnya.

Sehingga apabila digambarkan akan tampak membentuk persegi seperti di bawah ini:

Pengertian Pola Bilangan Matematika

Pola Bilangan Persegi Panjang

Bilangan-bilangan 2, 6, 12, 20, 30 ... Akan membentuk sebuah pola yang bernama pola bilangan persegi panjang karena apabila digambarkan hasilnya akan membentuk persegi panjang. Bilangan-bilangan tersebut dihasilkan dengan cara berikut ini:

1 x 2 = 2
2 x 3 = 6
3 x 4 = 12
4 x 5 = 20
5 x 6 = 30, dan seterusnya.


Pengertian Pola Bilangan Matematika

Pola Bilangan Segitiga Pascal

Untuk memahami materi mengenai pola bilangan segitiga pascal kalian bisa mempelajarinya pada postingan mengenai cara Memahami Rumus Segitiga Pascal dalam Matematika

Sekian pembahasan materi mengenai Pengertian Pola Bilangan Matematikayang bisa kami sampaikan. Semoga kalian bisa dengan mudah memahaminya dan bisa mengerti megenai beragam jenis pola bilangan yang ada.